Terlepas dari pro-kontra apakah homoseksual dimasukkan / tidak ke dalam jenis2 kelainan seksual, ada banyak kelainan / penyimpangan seksual yang kita kenal.
Misal, seks dengan penyiksaan (sadomasokisme & masokisme), kesukaan memamerkan alat vital (ekshibisionisme), seks dengan benda pribadi (fetisisme), hobi mengintip (voyeurisme), seks dengan anak di bawah umur (pedofilia), seks dengan binatang (bestially), seks dengan anggota keluarga (incest), seks dengan mayat (necrofilia), suka menonton hewan bersenggama (zoofilia), seks melalui dubur (sodomi), seks dengan sesama jenis (homoseksual), kebiasaan menggesek alat kelamin ke orang lain di tempat publik (froteurisme) dsb.
Pada awalnya, identitas seksual seseorang ditentukan secara genetis sesuai dengan masing masing jenis kelamin, namun pada tahap selanjutnya, proses identifikasi ditentukan oleh bagaimana pola asuh keluarga, pendidikan, informasi, interaksi ataupun pengalaman ybs. dengan lingkungan.
Itu sebabnya pemilihan jenis mainan, pakaian, bacaan, tontonan, teman bermain, perlakuan lingkungan dsb., di usia perkembangan khususnya tahap infantil (0-5 tahun) menjadi sangat penting karena diusia tsb. “tabula rasa” seseorang lagi sangat aktif-aktifnya sehingga sangat rentan terhadap “pesan” yang bias.
Namun demikian, tidak pula tertutup kemungkinan “pesan bias” tersebut dapat terekam dengan sempurna di tahap laten (5-12 tahun) ataupun tahap genital (>12 tahun) jika distimulir secara intens misal oleh informasi yang keliru, bacaan yang buruk, film yang tidak mendidik, salah gaul dsb. atau dalam kondisi yang sangat ekstrim misal trauma pelecehan seksual, trauma perkosaan dsb.
Apakah kelainan seksual atau penyimpangan seksual tersebut dapat dipulihkan ?
Dulu, kelainan seksual atau penyimpangan seksual dianggap sebagai sebuah aib yang tidak mungkin disembuhkan, apalagi jika dipersepsikan sebagai sebuah kutukan ataupun penyakit turunan.
Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu manajemen pikiran dan perasaan, hal tersebut kini terbantahkan dan dapat disembuhkan, terutama jika perubahan tersebut memang diinginkan oleh yang bersangkutan.
Dengan bantuan tehnik pemrograman bawah sadar, pemahaman yang keliru ataupun peristiwa traumatik yang menjadi penyebab kelainan / penyimpangan seksual seseorang di persepsikan ulang untuk kemudian disempurnakan.