Berbicara urusan syahwat bagi kaum adam memang tidak pernah ada habisnya. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan seks, seorang pria rela merogoh kocek dalam-dalam.
Bagi pria berkantong tipis, mungkin cuma bisa bermain di tempat esek-esek kelas melati. Tetapi, bagi para pria kalangan atas tentu tidak segan-segan mengeluarkan uang jutaan rupiah demi kencan dengan wanita yang berkelas bahkan seorang ayam kampus.
Fadli (35) bukan nama sebenarnya, rela mengeluarkan uang banyak demi kencan dengan ayam kampus. Menurutnya, kencan dengan ayam kampus memberikan sensasi tersendiri.
"Ya, lebih nyaman, santai karena bisa mengobrol. Membahas berbagai hal juga nyambung," ujarnya saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (8/2).
Fadli mengatakan, meski menghabiskan uang cukup besar, kencan dengan ayam kampus tak membuatnya kapok. Justru, dirinya terus berburu yang lain di kampus-kampus.
"Mencari terus. Bisa rekomendasi teman atau mencari sendiri di tempat-tempat yang ramai, seperti mal atau cafe," katanya.
Salah seorang ayam kampus Camelita (21) mengungkapkan untuk tarif memang bervariasi. Mahasiswi yang cantik, muda bisa dibayar di atas Rp 10 juta sekali kencan. Sedangkan yang masuk kategori kelas menengah Rp 5 sampai 8 juta.
"Paling kecil Rp 3 sampai Rp 5 juta," kata mahasiswi salah satu universitas di Jakarta itu.
Jadi ayam kampus biar bergaya ala sosialita
Wanita kadang tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Dia selalu ingin tampil up to date agar tidak dibilang ketinggalan zaman.
Untuk memenuhi keinginan tersebut tentu harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Camelita (21) salah satunya. Wanita yang masih menyandang status mahasiswi di salah satu perguruan tinggi Jakarta itu memilih jadi ayam kampus untuk bergaya hidup sosialita.
"Ya gue sih sebenarnya jadi ayam kampus cuma pengen buat belanja saja. Apalagi perkembangan gadget kan cepat banget, jadi gue harus up to date. Belum buat beli tas dan lain-lain," ujar wanita berkulit putih, berambut panjang itu saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis malam lalu.
Camelita mengaku bukanlah dari keluarga yang tergolong tidak berada. Selain itu, kebutuhan hidup dirinya masih dicukupi oleh kedua orangtuanya.
"Yah uang sih masih dikasih buat jajan. Tapi karena gue ngekos jadi orangtua enggak tahu kalau gue liar," kata mahasiswi semester lima Fakultas Komunikasi itu.
Untuk gaya hidup, Camelita juga cukup glamor. Hampir tiap akhir pekan, Camelita melepas penat ke sejumlah tempat hiburan bersama sahabat maupun teman kencannya. Namun, mesti sering bepergian dan menjadi ayam kampus, dirinya belum mampu membeli mobil.
"Ke mana-mana masih naik taksi. Ini sedikit-sedikit dari hasil kencan ditabung buat beli mobil," tuturnya sambil tersenyum.
Cerita ayam kampus, demi nafkah atau eksistensi?
Mahasiswi nyambi 'jualan' sebenarnya bukanlah cerita baru di Jakarta maupun kota-kota besar lainnya. Mereka masuk dalam golongan penjaja cinta kelas wahid karena berpendidikan. Dan sudah tentu lebih memiliki nilai jual ketimbang wanita yang menjajakan diri di pinggir jalan.
Sebutan sebagai ayam kampus pun sudah sangat familiar. Pola kerja para 'ayam' biasanya, pagi hingga siang atau sore kuliah, malamnya kelayapan. Entah dengan siapa, yang penting kantong bertambah.
Pandangan miring akhirnya tak bisa dihindarkan, dan sudah barang tentu ini berdampak juga ke mahasiswi yang sejatinya benar-benar ingin kuliah. Tak jarang stigma tempat ayam kampus berkumpul diberikan ke universitas tertentu.
Secara kasat mata memang sangat sulit dibedakan mana mahasiswi plus-plus. Biasanya mereka menutup rapat-rapat identitasnya sebenarnya. Dan hanya dengan mahasiswi yang satu profesi para wanita itu mau terbuka.
"Tahu sama tahu saja, dari gayanya, cara bicaranya, sama-sama bisa nilai lah," ujar salah seorang ayam kampus, Camelita (21) bukan nama sebenarnya sambil tersenyum.
Cerita soal ayam kampus kembali menjadi topik hangat, karena kasus suap impor daging sapi. Kenapa? Sebab, ada seorang mahasiswi bernama Maharany Suciyono ikut dicokok KPK saat operasi tangkap tangan di Hotel Le Meridien.
Lembaga antikorupsi menangkap Ahmad Fathanah yang diduga menerima uang suap Rp 1 miliar. Dan lebih menghebohkan ternyata Maharany dibayar cukup mahal Rp 10 juta untuk menemani ngobrol. Muncul anggapan jika mahasiswi Moestopo itu ayam kampus, namun Maharany tegas membantah.
"Namanya manusia, saya tidak munafik, saya terima uang itu. "Ini uang buat apa? Dan dia (Ahmad Fathonah) bilang kalau uang itu untuk perkenalan," ujar Rany sapaan Maharany.
Saat ini memang sulit dilacak penyebaran ayam kampus ada di universitas mana saja. Meski tak terorganisir, tetapi pola kerja para ayam kampus terbilang cukup rapi. "Ya dari mulut ke mulut saja, jadi tak terlalu repot," kata Camelita.
Ayam kampus pasang tarif Rp 8 juta untuk si om nakal
Fenomena ayam kampus marak diperbincangkan lantaran ikut diciduknya Maharany Suciyono (20) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Hotel Le Meridien, beberapa waktu lalu. Maharany ditangkap bersama Ahmad Fathanah, orang terdekat mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq.
Maharany mengaku telah menerima uang sebesar Rp 10 juta dari Ahmad Fathanah. Untuk apa uang itu?
Rany mengaku hanya untuk perkenalan. Namun persepsi negatif terlanjur muncul, di masyarakat.
Camelita (bukan nama sebenarnya), mahasiswi yang menyambi sebagai 'ayam kampus' menilai uang Rp 10 juta itu tidak lah terlalu bombastis.
"Oh yang Maharany dapat Rp 10 juta itu mah kemurahan. Teman aku saja ada yang suka dipesan pejabat, sekarang dia sudah bisa beli rumah di BSD," ucap Camelita, Kamis (7/2) malam.
Camelita yang sudah bergelut di dunia ini sejak 2010, mengaku memasang tarif Rp 2-3 juta untuk short time.
"Tapi short time di sini dalam artian cuma sebatas nemenin makan sambil ngobrol doank yah. Ya paling tiga sampai empat jam," tutur Camelita.
"Tapi, kalau aku sih membatasi diri, dalam artian aku enggak mau sampai kebablasan. Jadi paling nemenin makan, karaoke atau kalau si om lagi mau 'kenceng' ya udah aku temenin," tambah Camelita.
Sekadar informasi, kata 'kenceng' di kalangan mereka diartikan sebagai keadaan di mana seseorang sedang dalam pengaruh obat-obatan terlarang dan biasanya hal tersebut dilakukan di club malam.
Camelita sendiri mengaku selektif memilih teman kencan. Jika ada pria yang mengajak lebih dari sekadar berkencan, maka dia akan memasang tarif tinggi. Itupun tidak semua dilayani karena ada kriteria-kriteria fisik yang harus dipenuhi.
"Kalau sampai nemenin tidur Rp 8 juta. Tapi saya maunya yang usianya 35-an lah, jadi tidak terlalu tua," ucap wanita bertinggi 167 cm itu.
Camelita mengaku sebenarnya berasal dari keluarga yang lumayan berada. Namun, karena tuntutan pergaulan dan juga eksistensi, dirinya nekat menjalani profesi sampingan sebagai 'ayam kampus'.
"Orang tua dua-duanya sih kerja. Biaya hidup juga cukup lah. Tapi ya itu balik lagi karena pergaulan," ucap anak pertama dari dua bersaudara ini.
"Makanya, karena orang tua aku masih berkecukupan itu yang membuat aku nggak terlalu fokus nyari 'pesenan'. Aku kan kadang juga jadi model, suka ikut pemotretan, terus suka jadi SPG (Sales Promotion Girl) event. Ya kalau nyari 'pesenan' lumayan deh dapet buat isi paket BB," canda Camelita sambil tertawa lepas.
Dengan profesinya ini, Camelita bisa membiayai kuliahnya sendiri. "Memang sih ya nggak munafik juga, karena sering 'dipesen' itu makanya aku jadi berani buat bayar kuliah sendiri. Kalau ngandelin model sama SPG event ya belum ketutup soalnya kan aku kalau belanja suka kalap. Jadi paling ya itu, duit hasil dari 'klien' abis buat bayar kuliah ya sama buat biaya hidup, kayak belanja deh contohnya," pungkas Camelita.
Mengintip aktivitas plus-plus si ayam kampus
Jari-jarinya tak berhenti membalas setiap Blackberry Messenger yang masuk. Entah dari siapa, si wanita ini masih malu-malu membeberkannya. Tetapi, senyum tipis selalu terpancar tiap kali dia membaca pesannya.
Sambil duduk di depan cermin, Camelita (21) bukan nama sebenarnya terus memoles wajahnya dengan bedak, tak lupa bibir tipisnya dioles lipstik tipis-tipis. Dari gerak tubuhnya terang menggambarkan jika Camelita telah membuat janji dengan seseorang.
Benar saja, tak berapa lama kemudian telepon genggam Camelita berdering, dari ujung sana terdengar samar-samar suara pria. Memang tak banyak percakapan, Camelita menjawab seperlunya, namun memberi pesan jika dia siap memenuhi permintaan sang penelepon.
Kemudian, mahasiswi salah satu universitas di Jakarta itu beranjak dan mencari-cari pakaian yang pas untuk dikenakan. Dengan dibalut tanktop dan hotpants serba hitam, tubuh Camelita terlihat lebih semampai. Aroma parfum pun terasa menyengat hidung.
"Malam ini ada yang ngajak ketemuan, biasa lah," ujar Camelita yang memang nyambi menjadi ayam kampus. Aktivitas ini sudah dilakoninya sejak tiga tahun lalu.
Dia tak canggung menceritakan kegiatannya saat malam hari. Kerap kali ajakan itu datang untuk menemani si pria yang sedang membutuhkan kehangatan. "Biasanya diajak sama teman," kata mahasiswi fakultas komunikasi itu.
Malam itu sepertinya sang pria sudah tak sabar untuk segera bertemu. Dengan suara sedikit manja, Lita kembali menerima telepon yang memintanya segera datang. "Iya, aku sedang tunggu taksi, sabar ya," katanya sambil menutup telepon.
Ketika jarum jam menunjukkan pukul 22.00 WIB, mahasiswi semester lima itu meninggalkan tempat kosnya di Pondok Bambu. Dia pun bergegas menuju salah satu tempat hiburan di kawasan Jakarta Pusat. "Janjian di Gajah Mada," katanya seraya naik taksi.
Pengakuan blak-blakan ayam kampus Ibu Kota
Istilah ayam kampus memang kerap kali dikonotasikan dengan dunia prostitusi di lingkungan perguruan tinggi. Ayam kampus biasa diarahkan kepada mahasiswi yang nyambi 'jualan', tentu dengan imbalan uang.
Salah satu ayam kampus Camelita bukan nama sebenarnya (21) mengungkapkan pengalamannya. Dia mengaku terjun ke dunia hitam sejak tahun 2010. Awal mulanya, mahasiswi angkatan 2010 itu mengaku diajak oleh teman.
"Ya awal-awalnya nggak tahu lah dunia yang kayak begitu (ayam kampus), tapi lama-lama karena pengaruh pergaulan dan lingkungan yaa, jadi kenal deh," ujar Camelita kepada merdeka.com, Kamis (7/2).
Wanita berusia 21 tahun tersebut menceritakan awal dirinya mulai menemani 'om-om' karena ajakan teman satu tongkrongannya. "Kalau lagi nongkrong sama teman-teman di kampus maupun di luar kampus kan yaa yang dibahas itu soal om inilah om itulah, terus pejabat ini lah yang minta 'ditemenin' makan, sampai akhirnya aku ditawarin. Terus aku lihat penghasilannya lumayan juga nih buat nambah-nambahin isi lemari sama beli gadget baru. Ya akhirnya mau deh," tutur Camelitanya.
Camelita pun tidak memungkiri, alasan dirinya mau menjadi ayam kampus untuk membeli sejumlah barang. Atau dengan kata lain agar bisa mempunyai segala barang yang branded dan up to date.
"Ya enggak munafik juga sih ya aku, awalnya juga karena mau beli gadget yang baru-baru. Sementara kan kalau minta sama orang tua nggak enak," ucap Camelita sambil memoleskan bedak ke wajahnya yang mulus.
Namun, perempuan berkulit sawo matang tersebut tidak selalu mencari uang dengan 'menemani' para lelaki hidung belang yang memesannya. Di samping kuliah dan menjadi ayam kampus, Camelita berprofesi sebagai salah satu model majalah Ibu Kota.
"Aku itu sebetulnya nggak sering-sering banget 'nemenin'. Kan aku juga ikut modeling di salah satu agency. Aku juga enggak sampe jadi gadun pejabat-pejabat kok," ucap Camelita lagi.
Untuk diketahui, 'gadun' merupakan istilah para ayam kampus yang berarti menjadi simpanan seorang pria hidung belang yang sudah beristri. Sementara itu, terkait untuk 'memasarkan' dirinya, Camelita mengaku hal tersebut dilakukan dari mulut ke mulut.
"Dari mulut ke mulut, biasanya om-om itu tahunya. Ya itu balik lagi ke pergaulan. Kan nanti dari salah satu teman kita yang punya link ke om-om yang mau mesan itu kasih tahu ke kitanya, habis itu kalau kita udah setuju, semua udah deal dari tempat sampai bayarannya ya baru deh buat janji ketemuan," papar Camelita.
Camelita pun tidak sembarang dalam memilih siapa pria hidung belang yang akan ia temani. Wanita kelahiran 1992 ini mengaku termasuk tipe yang selektif dalam memilih pria yang akan ia temani.
"Haduh, emang butuh duit tapi nggak sembarangan juga kali ah nerimanya. Aku tuh selektif. Nggak juga laki yang berperawakan bapak-bapak gitu aku temenin. Aku tuh lebih milih ke eksmud-eksmud (eksekutif muda), yaa yang usianya nggak lebih dari 45-an deh. Tapi kalau lebih dari itu juga nggak apa-apa asal good looking aja gitu tuh," cerita Camelita sambil sibuk memainkan BlackBerry ber-casing merah miliknya.
Berlabel mahasiswi, biar bisa pasang tarif tinggi
Status mahasiswi rupanya bisa dimanfaatkan untuk meraup keuntungan. Biasanya, para wanita yang 'jualan' membawa embel-embel itu untuk menaikkan posisi tawarnya. Label mahasiswi memang cukup digandrungi para pria hidung belang.
"Bisa jadi mahasiswi drop out, tapi mengaku-ngaku biar pengaruh ke tarif," kata Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah Musni Umar kepada merdeka.com, Jumat (8/2).
Musni mengaku miris melihat fenomena mahasiswi yang nyambi jadi ayam kampus. Seharusnya, kata Musni, sebagai intelektual muda mahasiswi fokus pada studi, bukan justru melakukan perbuatan menyimpang.
"Seperti itu tidak terpuji, orang ingin mendapatkan sesuatu secara mudah," katanya.
Salah seorang ayam kampus, sebut saja Camelita (21) menolak anggapan jika mahasiswi yang menyediakan jasa plus-plus diuntungkan oleh status. Menurutnya, paling utama adalah penampilan.
"Kalau cantik, penampilan menarik, sudah pasti dicari," kata mahasiswi semester 5 Fakultas Komunikasi itu.
Camelita yang sudah tiga tahun menjadi ayam kampus mengaku tak kesulitan untuk mencari pelanggan. Meski bertarif cukup tinggi jika dibanding pekerja seks komersil (PSK), para ayam kampus selalu diburu.
"Kita tidak perlu nyari-nyari, nanti juga pelanggan datang sendiri," kata Camelita dengan senyum genitnya.
ARTIKEL TERKAIT :
Kesaksian Pemakai Licengsui
Sejarah Licengsui
Cara Penggunaan Licengsui
Apa itu Ejakulasi Dini
Teknik untuk Mengatasi Ejakulasi Dini
Pemesanan Licengsui
Manfaat Licengsui