Membedakan obat palsu memang tak semudah membedakan uang palsu yang sudah ada patokannya sendiri. Terkadang produsen obat palsu terlalu 'pintar' untuk menyamarkan produknya. Agar tak tertipu, sebaiknya jangan mudah tergiur iklan obat.
"Pilihlan obat dengan bijaksana, baca label kemasan dan cek tanggal kadaluarsa.
Kedua, jangan mudah tergiur dengan iklan obat. Cermati dulu agar kita tidak mudah tertipu dengan obat palsu," ujar Dra A Retno Tyas Utami, Apt, M.Epid, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hal itu disampaikan dia dalam acara KIE 'Badan POM Sahabat Ibu' dengan topik 'Iklan Obat, Antara Edukasi dan Bisnis', di Kantor Badan POM RI, Jalan Percetakan Negara, Jakarta, Kamis (7/3/2013).
Menurut Retno, iklan obat yang baik haruslah objektif, lengkap dan tidak menyesatkan. Artinya iklan tersebut memberikan informasi sesuai dengan tujuan penggunaan produknya. Tidak melebihkan dan tidak mengurangkan.
Objektif artinya iklan memberikan informasi sesuai dengan kemanfaatan obat tersebut. Lengkap artinya iklan harus juga memberikan informasi mengenai bahaya dan efek samping obat. Misal, obat antihistamin atau CTM dapat menyebabkan kantuk. Dan tidak menyesatkan, artinya iklan harus jujur, akurat dan bertanggungjawab.
"Artinya kalau memang ada bahayanya juga harus ditulis, manfaatnya juga jelas," tambah Retno.
Bila produsen obat tidak memberikan informasi iklannya secara benar dan sesuai prosedur, maka ada sanksi yang akan dikenakan.
Sanksi pertama, BPOM akan memperingatkan produsen atau pemilik iklan untuk menarik iklannya. Kedua, jika produsen tersebut berkali-kali melanggar, maka izin edarnya yang akan ditarik. Artinya produk tersebut tidak boleh ada lagi di peredaran.
Retno mengimbau agar konsumen tidak mudah tergiur dengan iklan-iklan obat. Konsumen perlu curiga dan waspada bila iklan obat tersebut:
1. Menawarkan obat keras atau yang berlogo lingkar merah tanpa resep dokter. Perlu diketahui, logo lingkar merah merupakan logo yang diberikan pada obat keras, yang hanya bisa dibeli di apotik dan harus menggunakan resep dokter.
Sedangkan logo biru atau hijau menandakan obat bebas yang bisa beli di toko obat tanpa menggunakan resep dokter.
2. Informasi dalam iklan berlebihan dan menyesatkan.
3. Menawarkan obat dengan harga yang jauh lebih murah.
"Obat yang tergolong terapetik oleh Menkes sudah diperintahkan harus mencantumkan harganya. Jadi kalau harga yang dicantumkan di kemasan jauh berbeda dengan harga jual, perlu dicurigai," tutur Retno.
4. Iklan tidak mencantumkan alamat produsen.
5. Menawarkan pembeli obat di tempat yang tidak memiliki izin. Misal, toko kelontong atau pinggir jalan.
6. Iklan menyertakan testimoni yang berlebihan.
7. Menawarkan efek cepat sembuh dan garansi.
ARTIKEL TERKAIT :
Kesaksian Pemakai Licengsui
Sejarah Licengsui
Cara Penggunaan Licengsui
Apa itu Ejakulasi Dini
Teknik untuk Mengatasi Ejakulasi Dini
Pemesanan Licengsui
Manfaat Licengsui